Sunday, May 15, 2011

Iman yang Menyelamatkan



Iman yang Menyelamatkan

Dari perikop ini terdapat dua macam iman. Hanya satu yang adalah iman yang menyelamatkan. Yang satunya lagi, walaupun benar-benar iman - sesuai dengan definisi "iman" dalam istilah sehari-hari - tetapi ini bukanlah iman yang menyelamatkan. 

Tanyakanlah diri Anda: Apakah Anda memiliki iman yang menyelamatkan? Kenyataan bahwa Anda dapat bernubuat dan melakukan berbagai mukjizat tidak membuktikan bahwa Anda memiliki iman yang menyelamatkan walaupun hal itu memberi bukti bahwa Anda memiliki iman. Orang-orang Kristen zaman sekarang ini sangat perlu memahami kebenaran ini karena banyak sekali orang di dalam gereja yang memiliki iman tetapi bukan iman yang menyelamatkan. Yesus menolak orang-orang semacam ini dan berkata, "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23). 


Apa yang salah dengan orang-orang ini? Bukan karena mereka tidak memiliki iman; masalahnya, iman mereka tidak berisi ketaatan. Satu-satunya iman yang menyelamatkan adalah iman yang berisi ketaatan. Anda boleh saja percaya kepada Yesus, Anda boleh saja percaya kepada kuasa Allah sehingga Anda mampu melakukan mukjizat yang luar biasa, namun jika hidup yang Anda jalani adalah kehidupan yang mementingkan diri sendiri maka ini berarti bahwa apa yang Anda lakukan itu semua demi kepuasan pribadi Anda. Anda berjalan sesuai keinginan Anda, dan Anda sama sekali tidak menanyakan kehendak Allah. 


Satu-satunya saat ketika Anda menanyakan kehendak Allah adalah waktu Anda tersesat dan tidak tahu ke mana harus melangkah. Cara Anda berpaling kepada Allah sama seperti cara orang yang tidak percaya yang mendatangi tukang ramal. Tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bermaksud memanfaatkan Allah sebagai penunjuk jalan. Sangat banyak orang yang hidup di dalam Kekristenan semacam ini, sekalipun mereka mencari kehendak Allah, ini semua bukan karena mereka ingin mentaati Allah. 


Sama halnya dengan orang yang pergi ke tukang ramal - hal ini dilakukan bukan karena ingin mentaatinya. Anda hanya ingin tahu apa yang harus dilakukan, untuk menghindari munculnya masalah. Jadi ada banyak orang Kristen yang memiliki iman seperti ini, bukan iman berfungsi di atas dasar ketaatan.
Iman macam apa yang Anda miliki? Anda menjawab, "Saya percaya bahwa Yesus adalah Kristus, bahwa Dia adalah Mesias, Allah yang menyelamatkan. Saya percaya bahwa Ia bangkit dari antara orang mati dan bahwa Ia mati bagi dosa-dosa saya. Saya percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah." Anda dapat saja mempercayai semua ini tanpa harus mentaati Kristus di dalam kehidupan sehari-hari Anda karena Anda menerima semua itu hanya sebagai suatu kejadian yang benar. (Ketaatan terhadap Kristus secara hidup tidak berkaitan dengan iman semacam ini.) Jadi bagaimana mungkin Anda dapat diselamatkan dengan iman semacam ini?


Ada banyak orang di dalam sejarah gereja yang melakukan kejahatan yang sangat memalukan nama Kristus namun mereka memegang teguh segala doktrin gereja. Mereka adalah orang-orang yang menjalankan kegiatan inkuisisi yang mengerikan di Spanyol dan membunuh banyak orang demi nama Kristus. Anda pikir mereka tidak mempercayai Alkitab sebagai Firman Allah? Anda kira mereka tidak mempercayai Allah? Anda kira mereka tidak percaya bahwa Yesus Anak Allah? Apakah mereka tidak percaya bahwa Yesus telah mati di kayu salib? Mereka percaya semua itu; malahan dengan kalung salib di leher, mereka membunuh orang banyak. Ini semua benar-benar terjadi dan merupakan noda hitam dalam sejarah gereja. Sangatlah mungkin seseorang mengenakan kalung salib lalu membunuh banyak orang, dan mengira bahwa itu semua dilakukan demi Allah.


Akan tetapi janganlah Anda menganggap bahwa hanya Katholik Roma saja yang melakukan kejahatan seperti ini. Orang-orang Protestan juga melakukan hal yang sama di saat yang lain. Ingatkah Anda pada Perang Tiga Puluh Tahun? Kekejaman ini dilakukan di dalam nama Kristus. Mengapa bisa begitu? Bukan karena mereka kekurangan iman, melainkan akibat kurangnya ketaatan. Demikianlah, Yesus berkata bahwa Anda harus memiliki iman yang bekerja di dalam ketaatan jika Anda ingin diselamatkan.
Bagaimana dengan orang-orang di dalam gereja saat ini? Di dalam gereja pada masa kini ada juga orang yang melakukan hal yang sama demi nama Kristus. Tidak dengan pedang, mereka menggunakan lidah mereka untuk melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang-orang yang mengecam sesama saudara sampai ke titik menghancurkan orang tersebut. Kita tidak perlu lama-lama diam di suatu gereja untuk dapat menyaksikan hal tersebut. Beberapa orang telah pergi meninggalkan gereja karena mengalami tekanan kecaman seperti ini. Lidah orang-orang ini tajam seperti pedang, dan mereka berkata, "Saya mengkritik Anda dalam rangka melayani Allah. Jadi jika saya menyebut Anda sebagai pembohong, munafik atau apapun itu, saya lakukan semua ini demi melayani Kristus." Hal ini bukan berarti bahwa gereja tidak boleh menunjukkan kesalahan dan kekeliruan Anda. Namun sebagai orang Kristen kita tidak seharusnya melakukan hal ini dengan niat menjatuhkan dan berkata, "Saya melakukan hal ini demi Kristus."


Apakah Anda sebenarnya mengasihi?

Mari kita perhatikan poin yang lain. Yesus berkata bahwa kita harus saling mengasihi, dan saling menguatkan antara satu dengan yang lain. Apakah kita mentaati pengajaran Yesus? Apa gunanya kita berkata bahwa kita percaya kepada Yesus, tetapi tidak melakukan apa yang Ia perintahkan kepada kita? Apa gunanya jika kita tidak mengasihi dan memperhatikan mereka yang ada di sekitar kita? Dapatkah dikatakan bahwa kita memiliki iman yang menyelamatkan? Doktrinnya benar, tetapi apakah kita menjalankan hal itu? Di mana letak ketaatannya?


Pada suatu waktu, saya sedang berada di dalam sebuah pertemuan di Cambridge dan ada banyak tokoh-tokoh Kristen yang hadir di sana. Orang-orang ini namanya sudah sangat terkenal. Anda akan menemukan nama mereka di atas banyak sampul buku. Jadi ketika saya mendengar bahwa para tokoh Kristen terkemuka, yang nama-namanya saya kenal dari buku-buku, sedang mengadakan pertemuan ini, dan pada saat itu saya sendiri sedang berada di Cambridge, saya lalu mengajukan diri untuk dapat ikut hadir sebagai pendengar di dalam diskusi tersebut. Saya harus mengatakan bahwa  pengalaman ini sangat mengejutkan saya. Ketika saatnya diskusi tiba, sikap yang ditunjukkan oleh mereka pada saat saling berbeda pendapat sangat mengguncang saya. Tidak semua yang hadir di sana berperilaku seperti itu, namun jumlah mereka yang bertingkah seperti itu cukup banyak.


Tidaklah mengherankan bahwa setelah itu saya tidak pernah lagi membaca buku-buku yang ditulis oleh para tokoh Kristen yang hadir di sana saat itu. Karena bagi saya, yang penting adalah bagaimana seseorang menjalani hidupnya; orang seperti apa dia sesungguhnya. Saya tidak tertarik pada berapa banyak gelar pendidikan yang dimiliki oleh seorang Kristen; itu sama sekali bukan hal yang penting bagi saya. Akan tetapi jika berbicara adalah seorang yang hidupnya benar, maka saya akan senang mendengarkan dia. Itu sebabnya buku-buku dari orang seperti John Sung sangat berharga bagi saya.
Secara akademis (dalam hal teologia), John Sung bisa dibilang tidak ada apa-apanya; sejujurnya memang demikianlah keadaannya. Di dalam bidang kimia, ia memiliki kemampuan yang luar biasa karena memang merupakan bidang keahliannya. Namun di dalam hal Firman Allah, ia tidak pernah mengikuti pendidikan apa pun. Jadi jika dinilai dari segi akademis, tulisan John Sung tidak memiliki nilai yang berarti. Namun secara rohani, karya John Sung sangatlah berharga. Pandangan kerohaniannya sangat luar biasa. Ia dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh para akademisi, dan hal inilah yang membuat tulisan-tulisannya menjadi sangat berharga.

Itu semua kembali kepada persoalan antara iman yang berisi ketaatan dan iman yang tidak berisi ketaatan. Inilah hal mendasar yang perlu kita pahami. Keselamatan kita bergantung kepadanya. Lalu mengapa bisa ada orang yang dapat memiliki iman tanpa ketaatan? Yesus berkata ," Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" (lihat Lukas 6:46). Berapa kali kita berseru, 'Tuhan, Tuhan' kepada Yesus tetapi kita tidak melakukan apa yang Ia katakan? Di dalam Yesaya 29:13 dikatakan, "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku." Buat apa kita memuliakan Dia dengan mulut kita tetapi hati kita jauh dari-Nya? Di sini kita melihat kebodohan manusia. Kita dapat melakukan hal ini kepada manusia, tetapi kita tak dapat melakukan hal ini kepada Allah. Masalahnya adalah karena kita mengira bahwa Allah itu sama seperti orang lain. Padahal tidak.


Sering kali kita tidak mengatakan apa yang ada di dalam hati kita. Sebagai contoh, karena tidak ingin menyinggung perasaan Anda, maka saya berkata, "Apa kabar? Kamu adalah sahabat saya; kita selamanya sahabat." Namun di dalam hati, saya berkata, "Semakin cepat orang ini pergi semakin baik." Kita berperilaku seperti ini karena memang begitulah watak kita. Saya kira ini adalah keadaan yang paling banyak kita temukan di dalam gereja sekarang ini. Beginilah cara kita berhubungan satu dengan yang lain. Mari kita jujur terhadap hati sendiri. Segera sesudah kebaktian, kita akan tersenyum kepada orang-orang di sekitar, dan menyapa, "Apa kabar? Apakah Anda baik-baik saja?" Akan tetapi kita tidak peduli apakah orang tersebut akan menjawab atau tidak. Sulit sekali mendapatkan ketulusan sekarang ini.


Hal ini selalu mengingatkan saya pada sebuah basa-basi gaya orang Tionghoa yang berkata, "Ni chi guo fan mei yo ah?" Artinya "Sudahkah Anda makan?" Namun jika orang yang ditanya menjawab "Belum," kita tidak akan berkata, "Mari makan dengan saya." Mungkin kita akan berkata, "Anda belum makan? Perlu saya siapkan makanan untuk Anda? Tidak? Baguslah." Di dalam banyak kesempatan, kita sering menanyakan sesuatu namun kita tidak peduli pada isi pertanyaan itu sendiri. Mungkin kita terlihat seperti orang yang peduli tetapi hati kita jauh dari itu.


Satu prinsip rohani hadir di sini. Cara Anda berhubungan dengan Allah, akan terlihat dari hubungan Anda dengan sesama manusia. Dengan kata lain, jika hati Anda jauh dari Allah, maka hati Anda juga jauh dari sesama manusia. Prinsip ini berlaku secara dua arah. Jika hati Anda jauh dari sesama manusia, maka hati Anda juga jauh dari Allah. Prinsip ini selalu berlaku di dalam kehidupan rohani. Jika Anda ingin belajar untuk mendekatkan diri kepada Allah, belajarlah untuk mendekatkan diri kepada sesama manusia di dalam lingkungan keluarga Allah. Inilah prinsip yang dibicarakan oleh Rasul Yohanes: "Karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya" (lihat 1Yoh.4:20).
Kita dapat mengasihi orang yang tidak ada di hadapan kita karena kita tidak perlu memikirkan kesalahan, kekeliruan dan kekurangannya. Seperti anak-anak muda yang mengagumi idolanya, bintang film atau tokoh-tokoh lainnya. "Wah dia orang yang hebat, idola setiap anak muda!" Anda mengimpikan orang itu setiap saat. Perhatikanlah tingkah para remaja ketika bintang pujaan mereka, seperti Britney Spears atau yang lainnya, tampil ke atas panggung; mereka begitu ribut dan antusias. Anda sangat mengagumi bintang-bintang tersebut karena mereka hanya hidup di dalam imajinasi Anda. Orang-orang itu tampak sangat hebat karena imajinasi Anda menjadikan mereka tampak seperti itu. Jika Anda mendapat kesempatan untuk mengenali kepribadian mereka lebih jauh, saya ragu apakah Anda akan tetap mengagumi mereka sesudah itu. Saya pikir, sesudah lewat satu minggu Anda akan sangat terguncang sehingga Anda tidak mau lagi memikirkan tentang mantan idola itu karena Anda sudah melihat seperti apa dia dalam kehidupan sehari-hari.
Ini adalah masalah yang sering menimpa anak-anak muda di jaman sekarang, khususnya jika mereka menikah terlalu muda. Mereka kurang pengalaman dalam hidup ini dan tidak memahami kenyataan sesungguhnya dari watak manusia. Pada saat mereka jatuh cinta, di dalam benak mereka yang terlihat hanyalah hal yang baik-baik saja dari pasangannya. Makan jadi susah, tidur pun tak nyenyak, yang ada di dalam pikiran ini hanya orang itu saja. Sebulan sesudah menikah, mereka sudah mulai bertengkar karena selama ini mereka hidup di dalam angan-angan.


Apakah kasih Anda kepada Allah adalah kasih yang tulus, atau khayalan yang Anda bangun menurut selera sendiri? Anda dapat saja membayangkan seperti apa Allah itu di dalam pikiran Anda. Memang benar bahwa sebagus apapun bayangan Anda tentang Allah, tetap saja tidak dapat menyaingi keindahan Allah yang sejati. Namun bukan ini masalahnya. Yang penting adalah, di dalam kehidupan rohani, iman Anda tidak boleh ditujukan kepada sesuatu yang berupa khayalan Anda sendiri melainkan kepada Allah sebagaimana Dia adanya. Pertanyaannya adalah apakah iman Anda nyata atau cuma khayalan? Ada iman yang cuma khayalan dan ada iman yang sejati. Bagaimana kita bisa tahu bahwa satu sejati sedangkan yang satunya lagi cuma khayalan? Kita akan mengetahuinya jika iman tersebut dihadapkan pada ujian dalam kehidupan sehari-hari.
Itu sebabnya Anda dapat mengamati beberapa orang Kristen di dalam gereja yang tampaknya sangat bersemangat dan penuh kasih kepada Kristus saat Anda pertama kali ia ke gereja. Lalu setahun kemudian, mereka tidak terlihat lagi batang hidungnya. Bagaimana Anda akan mengaitkan kedua hal ini? Anda melihat seseorang yang sangat bersemangat bagi Allah, dan Anda mengatakan bahwa orang dengan pengabdian yang sangat menggebu-gebu seperti itu tentu memiliki iman yang luar biasa. Bagaimana mungkin sekarang ia berpaling dari Kristus sepenuhnya? 


Saya yakin Anda tentu pernah mengenal orang-orang seperti ini. Bagaimana kita memahaminya? Ini karena iman mereka cuma khayalan. Terdapat banyak kasus seperti ini. Saya mengenal cukup banyak orang yang bertekad mengabdi sepenuhnya bagi Kristus - hidup hanya untuk Kristus, belajar keras demi Kristus, dan di mana mereka sekarang? Mereka tidak ke gereja lagi. Mereka tidak lagi berjalan bersama Kristus. Anda mungkin akan berkata, "Aneh, bagaimana mungkin orang yang memiliki pengabdian seperti itu sekarang berubah sepenuhnya?" Jika Anda melihat hal-hal serupa itu, janganlah terkejut. Hal ini selalu terjadi di setiap masa.


Tidak ubahnya seperti sepasang pengantin muda yang menikah dalam gairah cinta yang menggebu-gebu, lalu beberapa bulan kemudian mereka sudah bercerai. Anda bertanya, "Tidakkah mereka saling mencintai satu sama lain dengan setulus hati sebelum mereka menikah?" Anda melihat mereka saling jatuh cinta. Jelas cinta mereka tulus. Anda melihat mereka saling berpegang tangan dan mata mereka berbinar-binar, seperti orang yang dimabuk cinta. Lalu mengapa dalam beberapa bulan saja mereka sudah berkelahi?


Di sinilah persoalannya. Ada perbedaan antara cinta yang tulus terhadap hal yang nyata dengan cinta yang tulus terhadap hal yang cuma ada di dalam khayalan. Perbedaan antara kedua macam cinta ini sangatlah jauh.
Jika Anda jatuh cinta - saya harap Anda jatuh dengan mata terbuka - yang terbaik adalah Anda jatuh cinta bukan dalam kondisi yang dikatakan orang sebagai "cinta buta". Lupakan cinta jenis itu karena pada suatu hari nanti ketika mata Anda terbuka, Anda akan berkata, "Saya ini jatuh cinta dengan siapa? Selama ini saya telah jatuh cinta dengan mata tertutup - cinta buta. Sekarang mata saya terbuka, saya dapat melihat lebih jelas!" Jadi, mulailah dengan mata yang terbuka. Jika Anda menjadi orang Kristen dan Anda mengasihi Allah, janganlah mengasihi Dia dengan mata tertutup. Allah tidak menghendaki cinta buta semacam ini.
Bagaimana cara kita untuk mengetahui perbedaan keduanya? Jika yang muncul adalah kasih yang sejati - kasih yang bertumbuh dengan mata terbuka - ia akan menjadi semakin mendalam dan kuat menghadapi berbagai masalah dan kesulitan yang menghadang. Kasih semacam ini tidak melemah dengan adanya persoalan. Dengan demikian Anda segera tahu bahwa Anda memiliki kasih yang benar, kepercayaan yang sejati terhadap orang lain. Jika Anda mengamatinya, setahun kemudian, pasangan dengan cinta kasih semacam ini hubungan antara keduanya tetap dekat sama seperti ketika baru menikah, jadi Anda dapat segera mengetahui bahwa mereka berada di jalur yang benar. Lima tahun kemudian, mereka menjadi semakin intim satu sama lain melebihi keadaan ketika baru menikah. Dan Anda akan berkata, "Puji Tuhan! Mereka benar-benar memahami apa arti cinta sesungguhnya!"


Dengan cara yang sama, setiap orang Kristen yang baru pertama kali datang kepada Tuhan akan memiliki iman kepada-Nya. Lima tahun kemudian, Anda akan melihat yang satu bertumbuh semakin kuat dan yang satunya lagi sudah pergi entah ke mana. Di sini Anda melihat perbedaan antara dua macam iman (dan dua macam kasih kepada Tuhan).


Apakah kita tipe yang Memberi atau Mengambil?

Bagaimana supaya dapat bertumbuh di dalam iman yang benar? Iman semacam ini membawa Anda untuk memberi diri kepada orang lain dan bukannya mengambil dari orang lain. Perbedaan antara memberi dan menerima adalah merupakan perbedaan antara kedua macam iman ini.


Itu sebabnya saya mencemaskan para pengajar yang berkata, "Terimalah Kristus sekarang juga sebagai Penyelamat Anda. Ambillah Dia." Saya tidak akan pernah berkata seperti itu. Saya selalu berbicara tentang memberi diri Anda kepada Kristus; saya tidak berbicara tentang menerima Kristus. Ini adalah perbedaan yang mendasar antara kedua macam iman tersebut.


Mengambil berarti memperoleh sesuatu tanpa perlu membayar. Dan kebanyakan pengajar gemar bermain-main dengan aspek mendasar dari cinta manusia ini. "Jika Anda percaya kepada Yesus, Anda tidak akan rugi. Anda mendapatkan Yesus di atas segalanya, seperti orang yang memperoleh bonus besar!" Pekabaran injil yang saya lakukan berlawanan dengan itu semua. Pada saat Anda datang kepada Kristus, Anda memberi segalanya bagi Dia. Bagi para penginjil yang berkata, "Mari, terimalah Kristus dan Anda akan memperoleh segalanya dan tidak akan merugi," mereka akan melihat banyak tangan yang diacungkan untuk menerima Yesus. Namun kemana perginya orang-orang yang pernah mengangkat tangan itu sesudah satu atau dua tahun? Jumlah mereka yang berpaling, menurut survei rata-rata penginjilan setahun, adalah 80%.
Bagi mereka yang datang kepada Tuhan melalui Firman Allah yang sejati, jumlah yang berpaling nyaris tidak ada. Inilah hal yang coba saya lakukan sebagai pendeta senior di gereja. Sebagai contoh, saya sudah membuktikan hal ini di Liverpool - di dalam gereja yang pernah saya layani selama bertahun-tahun. Mereka yang datang kepada Kristus bertahun-tahun yang lalu (sekitar 1970-an) masih teguh dalam imannya. Apakah hal ini karena saya lebih pintar daripada para penginjil itu? Tidak sama sekali. Saya yakin bahwa banyak  pendet yang jauh lebih pintar dari saya; mereka adalah penginjil yang lebih baik ketimbang saya. Perbedaannya terletak pada tekad saya untuk mengajarkan injil sebagaimana yang Yesus ajarkan.
Di bagian mana dalam pengajaran Yesus Anda menemukan bahwa Ia berkata, "Terimalah Aku"? Dapatkah Anda menunjukkan kepada saya ayat di dalam Alkitab yang berkata seperti itu? Sebaliknya, Ia berkata, "Barangsiapa datang kepadaKu (bukannya Aku datang kepadanya) ia tidak akan Kubuang." Dengan kata lain, Tuhan berkata, "Jika engkau datang kepada-Ku, Aku akan menerimamu kalau engkau datang dengan hati yang terbuka."
Sejak kapan seorang rakyat jelata boleh menghendaki Sang Raja datang kepadanya? Kitalah yang harus pergi ke Raja. Masalahnya bukan pada apakah kita menerima atau tidak menerima Kristus, walaupun itu tidak sepenuhnya salah. Dalam beberapa segi, kita tentu saja harus menerima Kristus. Namun yang lebih utama di dalam pengajaran Tuhan adalah apakah Dia menerima kita. Seluruh pengajaran Yesus dapat dirangkum sebagai berikut: orang yang tidak mau menyangkal dirinya demi Kristus, tidak dapat menjadi murid-Nya.


Pekabaran injil macam apa yang telah menarik Anda, menjadi seorang Kristen? Apakah Anda menjadi orang Kristen untuk mendapatkan Kristus, atau untuk memberi diri Anda kepada Kristus? Perbedaan antara keduanya sangat jelas. Sekarang, sebagai seorang Kristen, apakah Anda orang Kristen yang menerima Kristus, atau orang Kristen yang telah memberi diri Anda kepada Kristus? Jika Anda seorang Kristen yang hanya menginginkan Kristus agar dapat memanfaatkan-Nya, Anda tidak akan dapat bertahan lama di dalam menghadapi kenyataan hidup.


Dari saat kedua macam orang ini menjadi Kristen, reaksi awal mereka sudah menunjukkan perbedaan yang besar. Banyak orang yang berkata bahwa mereka dipenuhi oleh rasa sukacita ketika menerima Kristus. Mengapa tidak? Jika saya mendapatkan hadiah besar, saya pasti berbahagia.
Namun ketika saya memimpin orang-orang kepada Kristus, seringkali yang saya lihat adalah air mata yang menetes di wajah mereka. Mereka memasuki kerajaan dengan mata yang terbuka. Menghadapi persoalan dan menyadari betapa beratnya berjalan di jalan yang sempit itu. Mereka sudah melihat kemuliaan kerajaan Allah. Mata mereka telah terbuka secara rohani, namun mereka juga memahami betapa sempit dan sukarnya jalur yang akan dilalui. Dan mereka berkata kepada saya, "Saya akan memikul salib dan mengikut Tuhan sejak saat ini." Sekalipun dengan air mata yang berlinangan, mereka tetap melangkah maju. Tidak ada kepalsuan di dalam orang Kristen semacam ini. Itu sebabnya jangan terkejut jika saya katakan bahwa nyaris tidak ada orang Kristen macam ini yang berpaling dari Allah.


Saya ingin agar Anda menguji diri sendiri. Iman macam apa yang Anda miliki? Kehidupan Kristen macam apa yang sedang Anda jalani? Apakah Anda menjadi Kristen demi memperoleh segala sesuatu yang Anda inginkan, atau untuk mengenal Yesus sebagai Penguasa Anda dan Raja Semesta Alam? Tuhan akan terus memerintah sepanjang masa. Ia adalah Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Ia bukanlah hadiah dari Allah yang dapat Anda bawa pulang, lalu Anda letakkan di dalam sebuah kotak mungil berhiaskan pita merah. Allah memang telah memberi kita hadiah, namun yang paling penting berkaitan dengan itu adalah kita lalu mulai memberi diri. Inilah pokok yang paling utama. Dengan demikian Anda akan tahu apa arti menjadi seorang Kristen yang sejati.


Source :
http://www.cahayapengharapan.org/khotbah/matius/texts/dua_macam_dasar.htm

No comments:

Post a Comment