Saturday, November 28, 2020

My Dog, 18 years togerher



Sep, 19 2020

Ketika menjalang malam hari jam 11 an. Doggie saya yang bernama Rikcy mengalami sesak nafas karena asma. Asmanya sangat berbeda dari biasanya sangat berat. Dia sangat menderita. Lalu Ricky diberikan obat tapi dia tidak mau. Air mata saya sudah mengalir sepertinya gukguk kesayangan saya akan meninggalkan saya, sama seperti papi saya (Aug, 29 2020). 

Ricky adalah anjing berjenis pomerian. Umur Ricky sudah 18 tahun (2002-2020). Masih teringat rasanya ketika Ricky lahir dari induknya yang bernama Kwai-kwai. Saya membantu proses melahirkan sampai memotong tali pusar ketika Ricky masih bayi. Masih teringat ketika Ricky kalau tidur di ranjang dia tidur di atas kepala saya. Sehingga saya harus menurunkan kepala saya ke bawah agar Ricky bisa tidur.

Pada bulan November 2019, dokter sudah berkata bahwa Ricky itu punya asma akut. Mengingat umur Ricky yang sudah tua, dokter tidak mau memberikan apa2 krena takut kena Ricky punya ginjal dan dokter bilang Ricky bisa ... kapan saja jadi biarkan Ricky bahagia. 

Di saat itu pada saat itu saya berulang tahun, Ricky mau memberikan kenangan terindah untuk saya. Dia tidak pernah rewel atau sakit sellama bulan Desember 2019 - September 2020 dia tidak pernah sakit, seperti sesak nafas dll. Bahkan tergolong lincah. Tapi ketika malam itu dia sudah sesak nafas, saya sudah melihat bahwa doggie saya akan pergi meninggalkan saya. Ricky sudah tidak mau minum obat, bahkan ketika saya menangis dia tidak mau melihat saya, tapi melihat ke jendela seakan berkata dia akan pergi. Ketika memasuki jam 12 malam (Sun, Sep 20, 2020) Ricky sudah tidak sesak nafas lai. Bahkan sangat tenang seperti bias. Dan saya ingin menonton tv, tapi Ricky minta saya untuk tidur. Dan akhirnya saya tidur seperti biasa Ricky tidur disebelah saya. Sekitar jam 12.20am (Sep 20) seakan saya bermimpi dan mendengar suara yang berkata saya pegi dulu. Langsung saya terbangun dan melihat Ricky sudah tidak bernafas. 

2020, adalah tahun dimana saya kehilangan papi saya dan doggie saya yang saya kasihi.

Thursday, October 8, 2020

Pemberian Terindah



Diberikan Allah dengan senang hati.
 

Jauh sebelum kita lahir dan bernapas,  Pencipta kita telah membuktikan  diri-Nya sebagai pemberi yang terbaik  dengan memberikan lebih dari apa pun yang pernah didambakan manusia. Sekarang, Dia masih ingin memberikan apa yang diinginkan hati kita (Mazmur 37:4). Sebagai Bapa surgawi, Dialah  sumber “setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna” (Yakobus 1:17). Ketika kita berkata bahwa “hal-hal terbaik dalam hidup itu yang diperoleh dengan cuma-cuma,” kita sedang mengakui bahwa ketika Allah memberikan hidup, persahabatan, dan keceriaan, Dia sedang menunjukkan bahwa tak seorang pun dapat memberikan pemberian yang lebih baik daripada yang diberikan-Nya. 
Meskipun pemberian terindah-Nya itu tak ternilai, dan ditujukan untuk menjawab kebutuhan dan kebahagiaan kita, banyak yang berpikir bahwa pemberian itu tampaknya mustahil untuk menjadi kenyataan.


Disebutkan dalam Alkitab.

Alkitab menyebut tentang suatu pemberian terindah yang penuh misteri dan nilainya jauh melebihi apa pun yang pernah kita terima.  Ketika pemberian itu diterima, kita pun memperoleh damai sejahtera, penerimaan, pengampunan, dan pengangkatan sebagai anak dalam keluarga Allah, serta hidup yang kekal. Namun, apakah pemberian Allah yang memenuhi keinginan hati kita itu adalah upah karena kita telah menjalani hidup yang baik? Tidak demikian, menurut Alkitab. Pemberian yang dimaksud adalah keselamatan jiwa dan disebut “karunia Allah” (Roma 6:23; Efesus 2:8-9).


Tak bisa diusahakan sendiri.

Dalam sebagian besar bidang hidup ini, kita bekerja keras untuk memperoleh rasa hormat, kepercayaan, dan kenaikan pangkat. Namun, tidak demikian dengan keselamatan yang diberikan oleh Allah. Keselamatan tidak berasal dari balas jasa, tetapi dari belas kasihan; tidak dengan upaya, tetapi dengan percaya; dan tidak diperoleh dengan usaha sendiri, tetapi dengan menerimanya.

 Paulus berkata ``Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-9). Dalam suratnya yang lain dalam Perjanjian Baru, Paulus menambahkan, “Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya” (Titus 3:5).


Dibayar lunas oleh Allah.

Jauh sebelum orang-orang majus datang membawa pemberian mereka ke Betlehem, Allah Pencipta telah memberi kita karunia untuk memilih. Dia tahu bahwa kasih yang bermakna harus disertai kerelaan, jadi Dia memberi kita kebebasan untuk menerima atau menolak-Nya. 

Namun dari semula, Adam dan Hawa memilih untuk meninggalkan￾Nya. Alih-alih membiarkan manusia hidup dalam pemberontakan, Allah justru menyatakan sebuah rencana penyelamatan dimana pribadi yang tidak bersalah akan mati berkorban demi pihak yang bersalah. Suatu tata cara ibadah yang terperinci dan simbolis di Bait Suci menjadi bayangan dari apa yang kelak dilakukan Allah bagi kita dalam peristiwa utama dari sejarah umat manusia. Pada waktu yang ditentukan-Nya sendiri, dalam peristiwa yang luar biasa dan berdampak kekal, Allah melakukan sesuatu yang hanya dapat dilakukan karena kasih—Dia mengorbankan Anak-Nya untuk menebus kita dari dosa (Yohanes 1:29; Ibrani 10:5-10)


Dibuktikan dengan tindakan.

Fakta sejarah adalah bukti dari penebusan yang telah dilakukan￾Nya. Para nabi di Israel telah menubuatkan seorang Mesias yang akan membebaskan umat-Nya dari dosa mereka (Yesaya 53; Daniel 9:26). Ketika Mesias datang, para penulis Injil memberitahukan kepada kita bahwa Dia menyembuhkan yang sakit, membangkitkan yang mati, dan memberikan harapan kepada yang tertindas. Lalu Dia melakukan yang tidak disangka-sangka oleh siapa pun. Dia tidak memanfaatkan dukungan orang banyak yang memuja-Nya untuk merebut kekuasaan, melainkan dengan diam membisu Dia menanggung hujatan musuh, dan rela mati dihukum oleh para tentara Romawi. Tiga hari kemudian, Dia bangkit dan melangkah keluar dari kubur yang dijaga ketat (Lukas 24:1-7). Para saksi mata dari Kristus yang telah bangkit ini lebih memilih mati di tangan para musuh daripada menyangkali fakta bahwa mereka telah bertemu Dia yang telah hidup kembali.


Dikemas dengan cermat.

Allah mengemas pemberian terindah-Nya sepanjang ribuan tahun lewat setiap nubuat yang digenapi, mukjizat yang disaksikan banyak orang, dan penyelamatan yang mengagumkan. Setelah dinantikan berabad-abad lamanya, Sang Penguasa surga mengunjungi seorang gadis muda Yahudi bernama Maria dan, yang terajaib dari semuanya, hadir di dalam rahimnya. Semasa hidup-Nya, Dia besar di tengah keadaan yang sederhana, dikasihi para pengikut yang biasa-biasa saja, dibenci para pemimpin agama, dan dibunuh secara mengenaskan. Saat sepertinya tiada lagi harapan, Allah mengemas pemberian-Nya itu lewat berita sukacita dari para saksi tentang kebangkitan￾Nya yang tak terduga dari kematian. Sebagai puncaknya, Sang Pencipta menghias anugerah keselamatan dariNya dengan keragaman yang indah, yakni orang-orang dari segala bangsa di dunia yang hati dan hidupnya telah diubahkan oleh kasih-Nya (Wahyu 5:9).


Diberikan Allah karena kasih karunia.

Bagi mereka yang menerima anugerah pemberian Allah, Rasul Paulus menulis, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-9). Paulus pernah berusaha menyenangkan hati Allah dengan caranya sendiri (Filipi 3:3-9). Sekarang ia ingin para pembacanya mengetahui apa yang telah diketahuinya sendiri—bahwa hanya karena kasih karunia Allah, para malaikat di surga akan menyambut manusia yang telah memberontak dan hancur oleh dosa untuk masuk ke dalam keluarga dan hadirat Allah yang kekal. Dalam suratnya yang lain, Paulus menggambarkan perbedaan antara Adam, yang menyebarkan dosa dan kematian pada seluruh keturunannya, dan Kristus, yang membawa kasih karunia dan hidup bagi semua yang percaya kepada￾Nya. Ia menulis, “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia- Nya, yang dilimpahkan￾Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus” (Roma 5:15).


Hanya dapat diterima dengan iman.

Dengan kata-kata yang dipilihnya dengan cermat, Paulus berkata kepada jemaat di Efesus, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman.” Dalam frasa yang mengandung syarat ini, ia mengingatkan kita bahwa Allah datang hanya kepada mereka yang mengundang-Nya. Allah yang menginginkan kita mengalami kebahagiaan dalam keluarga-Nya yang kekal itu sedang mengetuk pintu hati kita dengan lembut dan menunggu kita untuk menyambut￾Nya masuk ke dalam hidup kita (Yohanes 1:12). Demikianlah dikatakan dalam Injil, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).


Tersedia bagi siapa saja yang mau menerimanya.

Kebanyakan sahabat Yesus adalah para nelayan, bukan cendekiawan. Ada yang pernah menjadi pemungut cukai, yang lain seorang pejuang politik yang menggebu￾gebu, dan ada juga yang pernah dirasuk setan. Yang menyatukan mereka adalah kesediaan untuk menerima pemberian Allah. Merekalah orang-orang yang dirindukan Yesus untuk dibawa kepada Bapa-Nya. Bahkan pada saat-saat terakhir hidup-Nya, ketika Dia tergantung di kayu salib di antara dua penjahat, Yesus memberikan anugerah hidup kekal. Salah satu dari penjahat itu mencemooh-Nya dan berkata, “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” Namun, penjahat yang seorang lagi menegurnya, “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia berkata, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Hanya karena keselamatan adalah kasih karunia, Yesus dapat berkata kepadanya, “Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:39-43)


Membangkitkan ucapan syukur.

Orang yang tidak bersedia meminta tolong sering berbangga diri karena merasa tidak pernah berutang kepada siapa pun. Namun, mereka yang rela mengakui kehausan rohaninya akan menemukan sesuatu yang lebih bermakna daripada merasa mampu berdiri sendiri. Merekalah orang￾orang yang mengucap syukur karena tahu bahwa mereka berutang nyawa kepada orang lain. Orang yang telah diselamatkan dari mobil atau gedung yang terbakar oleh petugas pemadam kebakaran atau seorang pemberani akan tahu apa artinya menjalani sisa hidup mereka dengan perasaan syukur yang mendalam. Demikian juga orang yang tahu bahwa diri mereka telah diselamatkan oleh kasih karunia Allah dari penghukuman akan mempunyai alasan untuk menjalani sisa hidup mereka dengan ucapan syukur yang berlimpah kepada-Nya (Efesus 2:10). Tiada hal lain yang lebih membahagiakan kita atau membangkitkan kasih dalam hati kita daripada kesadaran yang besar bahwa segala sesuatu yang sungguh kita butuhkan telah dianugerahkan oleh Allah lewat pemberian-Nya yang terindah.Anda tidak sendiri.

Jika masih ragu-ragu untuk membuka hati dan menerima anugerah keselamatan dari Allah. Banyak yang berpikir bahwa pemberian tersebut sungguh mustahil untuk menjadi kenyataan. Banyak juga yang takut bahwa mereka akan terikat dengan utang ucapan syukur dan kasih kepada Allah untuk selama-lamanya. Bagaimanapun, keputusan untuk menerima anugerah keselamatan itu ada di tangan Anda. Yohanes menulis, “Ia datang kepada milik kepunyaan￾Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yohanes 1:11-12). Bila Anda siap menerima pemberian yang terindah ini, keterbukaan hati Andalah yang dikehendaki Allah. Anda dapat berdoa dengan menggunakan kata-kata Anda sendiri, atau mengungkapkan doa sebagai berikut: “Allah di surga, aku tahu aku telah berdosa terhadap-Mu. Aku percaya Kristus adalah Anak-Mu dan Juruselamatku. Aku percaya Dia telah mati untuk membayar hukuman atas dosa-dosaku dan bangkit dari kematian untuk membuktikan apa yang dijanjikan-Nya. Sekarang, aku mau mempercayai-Nya, dan menerima pengampunan, hidup baru, dan hidup kekal di surga yang selama ini kurindukan. Dalam nama Yesus, aku bersyukur kepada-Mu. Amin.”


The 40 days, 

Aug 29 2020 - Oct 8 2020


Source :

https://santapanrohani.org/resources/pemberian-terindah/

Monday, September 28, 2020

Life as a Vapor

 

Life as a Vapor



"You do not know what will happen tomorrow. For what is your life? It is even a vapor that appears for a little time and then vanishes away" (James 4:14).

Living knowing that your life is a vapor is different than just living. Things here are passing away. You’ve got to hold on to what will stand. Savor what matters. The Scripture cuts, Christ is exalted in God, and we worship Him.

Life Is Short. Eternity Is Long. Live Like It.

You will exist forever. You and God are both in the universe to stay—either as friends on His terms, or enemies on yours—which it will be is proven in this life. And this life is a vapor. Two seconds, and we will be gone.

Time is precious. We are fragile. Life is short. Eternity is long. Every minute counts. Oh, to be a faithful steward of the breath God has given me. Three texts resound in my ears: “Redeem the time” (Ephesians 5:16 ); “It is required of stewards that one be found trustworthy” (1 Corinthians 4:2); “His grace toward me was not in vain; but I labored even more than all of them, yet not I, but the grace of God with me” (1 Corinthians 15:10 ).

Surely God means for our minutes on earth to count for something significant. Paul said, “In the day of Christ I will have reason to glory because I did not run in vain nor toil in vain” (Philippians 2:16). In the same way, I have good hope from the Lord that my “labor is not in vain in the Lord” (1 Corinthians 15:58).


Source : 

https://www.desiringgod.org/books/life-as-a-vapor

“Jesus Christ came into this world – this fleeting, fallen, fickle world – and did the greatest thing that will ever be done” 

 

Saturday, September 19, 2020

In Focus \ Melihat dengan Fokus

 

In Focus


2 Corinthians 11:16–33

By faith in the name of Jesus, this man whom you see and know was made strong.


Author Mark Twain suggested that whatever we look at in life—and how we see it—can influence our next steps, even our destiny. As Twain said, “You can’t depend on your eyes when your imagination is out of focus.”

Peter too spoke of vision when he replied to a lame beggar, a man whom he and John encountered at the busy temple gate called Beautiful (Acts 3:2). As the man asked them for money, Peter and John looked directly at the man. “Then Peter said, ‘Look at us!’ ” (v. 4).

Why did he say that? As Christ’s ambassador, Peter likely wanted the beggar to stop looking at his own limitations—yes, even to stop looking at his need for money. As he looked at the apostles, he would see the reality of having faith in God.

As Peter told him, “Silver or gold I do not have, but what I do have I give you. In the name of Jesus Christ of Nazareth, walk” (v. 6). Then Peter “helped him up, and instantly the man’s feet and ankles became strong. He jumped to his feet and began to walk” and give praise (vv. 7–8).

What happened? The man had faith in God (v. 16). As evangelist Charles Spurgeon urged, “Keep your eye simply on Him.” When we do, we don’t see obstacles. We see God, the One who makes our way clear.

By:  Patricia Raybon


https://odb.org/2020/09/19/in-focus


Melihat dengan Fokus

Karena kepercayaan dalam Nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan orang yang kamu lihat dan kamu kenal ini. –Kisah Para Rasul 3:16

Penulis ternama Mark Twain pernah menyatakan bahwa apa pun yang kita lihat dalam hidup ini—dan cara kita melihatnya—akan mempengaruhi langkah-langkah selanjutnya, bahkan tujuan akhir kita. Menurut Twain, “Anda tidak bisa bergantung pada penglihatan ketika imajinasi Anda tidak fokus.”

Rasul Petrus juga berbicara tentang penglihatan ketika ia menjawab permintaan seorang pengemis lumpuh yang dijumpainya bersama Yohanes di dekat pintu gerbang Bait Allah yang bernama Gerbang Indah (Kis. 3:2). Ketika pengemis itu minta sedekah, Petrus dan Yohanes menatapnya. “Petrus berkata: ‘Lihatlah kepada kami’” (ay.4).

Mengapa Petrus mengatakan itu? Kemungkinan, sebagai rasul Kristus, Petrus ingin pengemis itu berhenti melihat keterbatasan-keterbatasan dirinya sendiri—bahkan berhenti melihat kebutuhannya akan uang. Dengan mata yang terarah kepada kedua rasul itu, si pengemis akan melihat realitas kebutuhannya untuk beriman kepada Allah.

Petrus lalu berkata, “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret  itu, berjalanlah!” (ay.6). Lalu Petrus “memegang tangan kanan orang itu dan membantu dia berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu. Ia melonjak berdiri lalu berjalan kian ke mari” (ay.7-8).

Apa yang terjadi? Orang itu percaya kepada Allah (ay.16). Ini seperti yang dinasihatkan pengkhotbah Charles Spurgeon, “Arahkanlah matamu hanya kepada Dia.” Dengan begitu, kita tidak akan melihat rintangan-rintangan yang menghadang. Yang kita lihat hanyalah Allah, Pribadi yang akan membersihkan segala rintangan itu dari jalan kita.

Tuesday, August 18, 2020

12 Laws of KARMA


Karma is a somewhat abstract concept for many of us. There is a lot of confusing information on this non-religious topic – information that is unnecessary. So, we think it’d be helpful to paint a bit of a picture to help solidify the concept of karma. To do so, just a quick example is necessary.




 

Karma is the law of cause and effect – an unbreakable law of the cosmos. Your actions create your future. The reason your fate is never sealed is because you have free will. Therefore your future cannot already be written. That would not be fair. Life gives you chances. This is one of them. – The Tree of Awakening

“A man is but the product of his thoughts. What he thinks, he becomes.”

NOW THAT WE’VE ESTABLISHED A BASIC UNDERSTANDING OF KARMA, LET’S TAKE A LOOK AT 12 KARMIC LAWS THAT CAN CHANGE YOUR LIFE.


1. THE GREAT LAW: “AS YOU SOW, SO SHALL YOU REAP.”
The simple explanation of the Great Law is: our thoughts and actions have consequences – good or bad. If we desire peace, love, harmony, prosperity, etc. we must be willing to act accordingly.
This is also known as the “Law of Cause and Effect.” Also, energy (thought, action) that we put into the world has a consequence, immediate or not.


2. THE LAW OF CREATION: “WHAT WE DESIRE COMES THROUGH PARTICIPATION.”
The life we see around us was created by a person’s intentions. As we are one with the Universe, our intentions determine the evolution of creation. Since what we surround ourselves with becomes part of us, it’s our responsibility to ensure these surroundings are conducive to our desires.


3. THE LAW OF HUMILITY: “REFUSAL TO ACCEPT WHAT IS WILL STILL BE WHAT IS.”
Acceptance is a near-universal virtue in many belief systems. Simply put, we must first accept the present circumstances in order to change them.

In focusing on the negative instead of making changes to address the negative, we’re committing to a zero-sum result.


4. THE LAW OF GROWTH: “OUR OWN GROWTH IS ABOVE ANY CIRCUMSTANCE.”
The only thing we have control over is ourselves. The subsequent action (or inaction) of motive will yield either positive or negative circumstances in our lives.
True change only occurs if we make the commitment to change what is in our hearts.


5. THE LAW OF RESPONSIBILITY: “OUR LIVES ARE OF OUR OWN DOING, NOTHING ELSE.”
When there is turbulence in one’s own life, there is often turbulence internally. If we’re to change our life, we must change our frame of mind and surroundings.


6. KARMA’S LAW OF CONNECTION: “EVERYTHING IN THE UNIVERSE IS CONNECTED, BOTH LARGE AND SMALL.”
Our past, present, and future are all connected. As such, we must put in the work to change these connections if we desire something different.
No step – first, intermediate or last – is more important in the accomplishment of a task. All are required.


7. THE LAW OF FOCUS: “ONE CANNOT DIRECT ATTENTION BEYOND A SINGLE TASK.”
Relating to our spiritual growth, we cannot have negative thoughts or actions and expect to grow spiritually. We must direct full attention to achieve any desired task.


8. THE LAW OF HOSPITALITY AND GIVING: “DEMONSTRATING OUR SELFLESSNESS SHOWS TRUE INTENTIONS.”
Put simply: what we claim to believe must manifest into our actions. Selflessness is a virtue only if we’re accommodating something other than ourselves.
Without a selfless nature, true spiritual growth is nearly impossible.


9. KARMA’S LAW OF CHANGE: “HISTORY REPEATS ITSELF UNLESS CHANGED.”
Conscious commitment to change is the only method of influencing the past. History will continue along an unconstructive path until positive energies direct it elsewhere.


10. THE LAW OF HERE AND NOW: “THE PRESENT IS ALL WE HAVE.”
Looking back regretfully and forward pointlessly robs oneself of a present opportunity. Old thoughts and patterns of behavior negate the present chance to advance ourselves.


11. THE LAW OF PATIENCE AND REWARD: “NOTHING OF VALUE IS CREATED WITHOUT A PATIENT MINDSET.”
Toiling away cannot be circumvented through wishful thinking. Our rewards are claimed only through patience and persistence, nothing else.
Rewards are not the end result. True, lasting joy comes from the knowledge of doing what’s necessary in the rightful anticipation of a reward that is well-earned.


12. THE LAW OF SIGNIFICANCE AND INSPIRATION: “THE BEST REWARD IS ONE THAT CONTRIBUTES TO THE WHOLE.”
The end result is of little value if it leaves little or nothing behind.
Energy and intentions are vital components that determine the significance of an end-result. Ideally, love and passion embody the motives of one that resolves to leave a lasting impression on the Whole.


FINAL THOUGHTS ON FOLLOWING THE LAWS OF KARMA
The Laws of Karma sound complicated. But the principle is achievable. And, it’s all advice you have heard before. Treat others with kindness, as you’d like in return. Follow your moral compass without fail. And live your truth.


Source :

 https://www.powerofpositivity.com/12-laws-of-karma/

Saturday, August 15, 2020

What Does “Trust in the Lord with All Your Heart” in Proverbs 3:5 Mean?


Proverbs 3:5 is one of the most familiar verses in the Bible. Trust in the Lord with all your heart and lean not on your own understanding.” Yet, there seems to be an obvious question for the reader. What does it mean to trust the Lord “with all your heart”?


“Trust in the Lord…”

Let’s look at some of the terminology used in Proverbs 3:5. The word “trust” here implies confidence or security. It is a concept that is associated with firmness or something that is solid or secure, according to The Hebrew-Greek Study BibleSimply stated, we can put our confidence or security in the Lord because we know that He can be trusted. That’s exactly why Hebrews 11:1 says that trust, or our faith in God has “substance.”

We get that. Our God is real – and He is certainly all-powerful, and He is absolutely loving. We can absolutely trust Him. He has substance. His Word and His promises are secure. We can and do put our trust in Him.

“…with all your heart…”

The word “heart” in Proverbs 3:5 is an old English concept that was used to refer to the ruling center of the whole person. The heart was seen as the center of a person’s will, mind, and feelings. It does not mean the physical, life-sustaining organ that distributes the flow of blood throughout the body. When the Bible uses this term “heart” it usually indicates the control center of life.

That brings us to the word “all.” An old cliché fits this verse, “All means all; and that’s all ‘all’ means.” The idea of trusting the Lord “with all our heart” adds some quantitative detail to our faith.

When someone uses the phrase “with all your heart” it means there is no more room for anyone or anything else. For years, some Christ followers have encouraged others to be “sold out for Christ.” What is understood by that phrase was if someone was sold out in their faith in Christ there would be no more room to love or trust anyone or anything else.

That’s the focus of the statement, “trusting the Lord with all your heart.” It means that we have put our faith and trust alone in the Lord and Savior Jesus Christ. We have given Him His rightful claim to the throne of our lives and there is no room for anyone or anything else to have that place in our lives.

“…and lean not on your own understanding.”

The last half of Proverbs 3:5, (“And lean not on your own understanding”) helps us understand the real implications of the word “all.” If we are giving the Lord complete command over our lives, then we won’t rely or depend on our “own understanding.” We will trust in Him for everything and not try to figure things out or make things work on our own.

What the New Testament Says about Trusting in the Lord

Notice what the Bible says in Romans 10:9, if you confess with your mouth Jesus as Lord, and believe in your heart that God raised Him from the dead, you will be saved.” (NASB) The readers of this theologically important book were encouraged to confess “Jesus as Lord.” They were to give Him absolute control over their lives. They were acknowledging that Jesus is indeed Lord – with the power and authority to be in charge. They were giving their lives and their hearts completely to Him.

The next phrase in that verse makes that clear. The readers were instructed to “believe in your heart.” Their response was to be one of complete and full belief or trust in Jesus as Lord by believing or trusting in the gospel message of good news that He was the resurrected Christ. (See 1 Corinthians 15:1-4.) The result of that decision is that they would be “saved.” But, that’s much more than an escape from Hell, it’s a life of allowing Christ to be Lord of our lives and trusting Him with everything we have. It’s living a life sold out to Him.

What Are Practical Ways to Trust in the Lord with All Your Heart?

Here are some practical action steps for people to learn what it means to trust in the Lord with all their hearts.

1. Put your faith and trust in the Lord Jesus Christ as your own personal savior.

The first step toward trusting the Lord with all our hearts is to accept His free gift of eternal life. Jesus Christ paid the ultimate price for our sins. The price was the shed blood of Christ on the cross for us. (See 1 Peter 1:18-19.)

This is what Christ told the religious leader in the familiar verse, John 3:16, For God so loved the world, that He gave His only begotten Son, that whoever believes in Him shall not perish, but have eternal life.The English word “believes” here means to put our complete trust in Him. We can trust the Lord with all our hearts because He is the only one Who can provide eternal life.

2. Live a life of surrender to Christ as the Lord and Master of your life.

The greatest hindrance to trusting the Lord with all our hearts will probably be the desire to live for ourselves instead of the Lord. Romans 12:1-2 can help us understand why this surrender to Christ is so important:

Therefore I urge you, brethren, by the mercies of God, to present your bodies a living and holy sacrifice, acceptable to God, which is your spiritual service of worship. And do not be conformed to this world, but be transformed by the renewing of your mind, so that you may prove what the will of God is, that which is good and acceptable and perfect.”

It is imperative for all believers to be “living sacrifices,” putting ourselves on the altar of sacrifice and allowing Christ to be on the throne of our lives as Lord. If we are going to trust the Lord with all our hearts, we will give ourselves completely and unreservedly to Him.  

3. Stay close to the Lord and allow Him to continue building your faith in Him.

Romans 10:17 tells us the real source of our ability to trust the Lord with all our hearts, So faith comes from hearing, and hearing by the word of Christ.” God Himself is the source of that trust and He provides it through His Word. If we desire to trust Him with all our hearts, we will make a commitment to study His Word and to follow His direction. (See James 1:22.)


Source :

https://www.christianity.com/wiki/bible/what-does-trust-in-the-lord-with-all-your-heart-in-proverbs-3-5-mean.html